AL-KINDI DAN PEMIKIRANNYA
(TOKOH FILSAFAT ILMU MODERN)
Makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pembimbing : ,,,,,
Disusun oleh :
Nama : Ma’rifatun Nisa
NIM : ,,,,,
Jur./Kelas : ,,,,
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
kami panjatkan syukur kehadirat Alloh SWT. karena dengan Rahmat dan
Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini diawali usaha dan
kerjakeras belajar filsafat. Semoga Alloh meridhoi dan memberkahi hasil
belajar dan ilmu kami. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada
Reformator dunia yaitu baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah
menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman, kecintaannya kepada umat
melebihi cintanya kepada dirinya sendiri.
Dalam penyusunan makalah
ini, kami merasa telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik
moral maupun spiritual. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak..... selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang saya hormati.
2. Teman-teman kelas ... serta pihak-pihak lain yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik secara
substansi maupun metodologinya, karena itu kritik dan saran yang
membangun, sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya.
Akhirnya kami berharap apa yang tertuang dalam makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.
Yogyakarta, 10 Desember 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi... .................................................................................................. iii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................
I.I Latar Belakang..............................................................................
I.II Rumusan Masalah........................................................................
I.III Tujuan.........................................................................................
I.IV Manfaat......................................................................................
BAB II Pembahasan....................................................................................
II.I......................................................................................................
II.II.....................................................................................................
II.III...................................................................................................
BAB III Penutup.........................................................................................
III.I Kesimpulan.................................................................................
III.II Saran.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berfilsafat
adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang ada didunia
pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus
membantah bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja yang notaben-nya
non muslim, namun berfilsafat juga dapat dilakukan oleh kaum muslim
yaitu filsafat Islam. Adanya filsafat islam, menunjukkan tokoh-tokoh
islam yang berjuang dengan mengutarakan pemikiran-pemikiran hebatnya.
Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Al-Kindi, seorag filsosof muslim
yang terkenal dan memiliki peran penting dalam perkembangan filsafat
terutama filsafat ilmu modern.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Al-Kindi dan apa saja karya-karyanya?
2. Bagaimana pokok-pokok pemikiran filsafat al-Kindi?
C. Tujuan
1. Mengetahui siapakah al-Kindi dan apa saja karya-karyanya
2. Mengetahui bagaimana pokok-pokok pemikiran filsafat al-Kindi
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu menjelaskan siapa al-Kindi dan apa saja karya-karyanya
2. Mahasiswa mampu menguraikan bagaimana pokok-pokok pemikiran filsafat al-Kindi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Kindi dan Karya-karyanya
Al-Kindi,
nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran
bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Tidak ada
kepastian tentang tanggal kelahiran, kematian dan siapa-siapa saja ulama
yang pernah menjadi guru Al-Kindi. Kecuali kepastian bahwa ia
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H atau 801 M dari pasangan
keluarga kaya dan terhormat. Kakek buyutnya, al-Asy`as ibn Qais adalah
salah seorang sahabat nabi yang gugur bersama Sa`ad ibn Abi Waqqas dalam
perang jihad antara Kaum Muslimin dengan pasukan Persia di Irak.
Sedangkan ayahnya Ishaq ib al-Shabbah adalah seorang gubernur di Kufah
pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Harun al-Rasyid (786-809
M).
Ayahnya wafat ketika al-Kindi masih kanak-kanak, namun ia tetap
mendapatkan kesempatan menuntut ilmu dengan baik di Bashroh yang pada
saat itu merupakan tempat persemaian gerakan intelektual dan pusat ilmu
pengetahuan yang besar. Sebuah kota yang menjanjikan harapan bagi para
pencari ilmu. Ia lalu pergi ke Baghdad dan menyelesaikan pendidikannya
disana, serta dapat bergaul dengan para pemikir Islam terkenal masa itu (
al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan Ahmad putra al-Mu’tasim ). Ia berasal dari
kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab,
dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz yang merupakan cabang dari Bani
Kahlan.
Al-Kindi adalah keturunan Arab asli yang silsilah nasabnya
sampai kepada Ya’rub bin Qahthan, yaitu nenek pertama suku Arabian
Selatan. Nenek-neneknya adalah raja didaerah Kindah dan sekitarnya
(Arabia Selatan).[1]
Menurut Yakut al-Himawi, al-Kindi wafat setelah
berusia 80 tahun atau lebih sedikit. Berdasarkan penelitian dari
Mustahfa Abd al-Raziq (mantan rektor Al-Azhar) dalam bukunya: Failasuf
Arab wa al-Muallim Tsani, al-Kindi wafat sekitar tahun 252 H/866 M.
Sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini
oleh Hendry Corbin dan Nellino. Diperkirakan Al-Kindi hidup semasa
dengan pemerintahan Daulah Abbasiyah saat dipimpin oleh Al-Amin, 809-813
M; Al-Ma`mun, 813-833 M; Al-Mu`tashim, 833-842 M; Al-Watsiq, 842-847 M;
dan Al-Mutawakkil, 847-861 M. Pada saat itu, Dinasti Abbasiyah sedang
mengalami masa-masa kejayaan dan perkembangan dalam dunia intelektual
khususnya faham mu`tazilah.[2]
Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan
kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan
ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu
pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan
matematika. Penguasaanya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya
telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab
dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas
dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab)
atau “Filosof Arab”. Karena ia berkecimpung dalam lapangan filsafat,
maka ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli hadits yaitu
Abu Ja’far bin Muhammad al-Balakhy. [3]
Selain sebagai filsuf,
al-Kindi juga dikenal sebagai penerjemah mahir. Menurut Ibn Juljul dalam
bukunya Thabaqat al-Thibba (golongan dokter), menyebutkan bahwa dalam
Islam ada 5 orang penerjemah mahir dan salah satunya adalah al-Kindi. 4
orang lainnya yaitu: Hunain ibn Ishaq, Ya`qub ibn Ishaq, Tasbit ibn
Qurrah, dan Umar ibn Farkhan al-Thabari. Bermacam-macam ilmu telah
dikajinya, terutama filsafat. Al-kindi mengalami kemajuan pikiran islam
dan penerjemahan buku-buku asing kedalam bahasa Arab.
Sehubungan
dengan bidang penerjemahan, pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma`mun,
Al-Kindi dikenal sangat berjasa dalam gerakan penerjemahan dan menjadi
seorang pelopor yg memperkenalkan tulisan-tulisan Yunani, Suriah, dan
India kepada dunia Islam melalui lembaga Bait al-Hikmah. Di lembaga ini
pula, al-Kindi pernah menjadi dosen pengajar atas undangan Khalifah
Al-Ma`mun sekaligus mengasuh Ahmad, putera Khalifah Al-Mu`tashim.
Jumlah
karangannya yang sebenarnya sukar ditentukan, karena dua sebab.
Pertama, penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang
jumlah karangannya tersebut. Kedua, karangan-karangannya yang sampai
kepada kita ada yang memuat karangan-karangannya yang lain. Karangan
al-Kindi menempati daftar yang paling panjang dalam karangan orang Arab,
bahkan diluar bangsa Arab sekalipun.[4] Ibn an-Nadim dan al-Qafthi
menyebut 241 risalah (karangan pendek), dan Sha’id al-Andalusi
menyebutnya 50 buah, sedang sebagian dari karangan-karangan tersebut
telah hilang musnah. Ada pula yang mengatakan karya bukunya ada 238 dan
ada juga yang menyebutnya tidak kurang dari 270 buah yang membahas
berbagai bidang keilmuan dan persoalan umat.
Karangan-karangannya
yang terkenal diketemukan oleh seorang ahli ketimuran Jerman, yaitu
Hillmuth Ritter, diperpustakaan Aya Sofia, Istanbul, dan terdiri dari 29
risalah al-Kindi dalam tulisan tangan.[5] Risalah-risalah ini
membicarakan soal-soal alam dan filsafat, antara lain keesaan Tuhan,
akal, jiwa, filsafat pertama.[6] (corak filsafat al-Kindi tidak banyak
yang diketahui karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang).
Risalah-risalah tersebut telah diterbitkan di Mesir oleh M. Abdul-Hadi
Aburaidah.
Berikut ini beberapa karya al-Kindi yang terkenal:
a. Kitab Al-Kindi ilaa Al-Mu`tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (buku ini membahas tentang kajian filsafat pertama)
b.
Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa
al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan
berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika)
c. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah (membahas berbagai rahasia spiritual dengan bahasa filosofis)
d. Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam (mengkaji tentang substansi-substansi tanpa badan)
e. Kitab fi Ibarah al-Jawami` al-Fikriyah (Menganalisa tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)[7]
Sumber lain menyebutkan karya-karya al-Kindi adalah sebagai berikut:
1. Bidang Astronomi
a) Risalah fi Masa’il Su’ila anha min Ahwal al-Kawatib, jawaban dari pertanyaan tentang planet.
b) Risalah fi Jawab Masa’il Thabi’iyah fi Kayfiyyat Nujumiah, pemecahan soal-soal fisis tentang sifat-sifat perbintangan.
c)
Risalah fi anna Ru’yat al-Hilal la Tudhbathu bi al-Haqiqoh wa innama
al-Qowl fiha bi at-Taqrib, bahwa pengamatan astronomi bulan baru tidak
dapat ditentukan dengan ketetapan mutlak.
d) Risalah fi Mathrah asy-Syu’a, tentang projeksi sinar.
e) Risalah fi Fashlayn, tentang dua musim (musim panas dan musim dingin).
f) Risalah fi Idhah ‘illat Ruju’ al-Kawakib, tentang penjelasan sebab gerak kebelakang planet-planet.
g) Fi asy-Syu’at, tentang sinar (bintang).
2. Meteorologi
a) Risalah fi ‘illat Kawnu adh-Dhabasb, tentang sebab asal mula kabut.
b)
Risalah fi Atshar alladzi Yazhharu fi al-laww wa Yusamma Kawkaban,
tentang tanda yang tampak di langit dan disebut sebuah planet.
c) Risalah fi ‘illat Ikhtilaf Anwa’us Sanah, tentang sebab perbedaan dalam tahun-tahun.
d) Risalah fi al-Bard al-Musamma “Bard al-Ajuz”, tentang dingin.
3. Ramalan
a) Risalah fi Taqdimat al-Khabar, tentang prediksi.
b) Risalah fi Taqdimat al-Ma’rifah fi al-Ahdats, tentang ramalan dengan mengamati gejala meteorologi.
4. Besaran (Magnitude)
a) Risalah Ah’ad Masafat al-Aqalim, tentang besarnya jarak antara tujuh iklim.
b)
Risalah fi Istikhraj Bu’da Markaz al-Qamar min al-Ardh, tentang
perhitungan jarak antara pusat perhitungan bulan dari bumi.
5. Ilmu Pengobatan
a) Risalah fi ‘illat Naftcad-Damm, tentang hemoptesis (batuk darah dari saluran pernapasan).
b) Risalah fi Adhat al-Kalb al-Kalib, tentang rabies.
6. Geometri
a) Risalah fi Amal Syakl al-Mutawassithayn, tentang konstruksi bentuk garis-garis tengah.
b) Risalah Ishlah Kitab Uqlidis, tentang perbaikan buku Euclides.
7. Ilmu Hitung
a) Risalah fi al-Kammiyat al-Mudhafah, tentang jumlah relatif.
b) Risalah fi at-Tajhid min Jihat al-‘Adad, tentang keesaan dari segi angka-angka.
8. Logika
a) Risalatuhu fi Madhkal al-Manmtiq bi Istifa al-Qawl fihi, sebuah pengantar lengkap tentang logika.
b) Ikhtisar Kitab Isaghuji li Farfuris, sebuah ikhtisar Eisagoge Porphyry.[8]
B. Pokok-pokok Pemikiran Al-Kindi
Menurut
Al-Kindi, kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi adalah filsafat
yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala ada sejauh
mungkin bagi manusia. Bagi filsafat yang paling mulia adalah filsafat
pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari
segala kebenaran.[9] Dalam risalahnya, yang ditunjukkan kepada
Al-Mu’tasim ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta
terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang
berpikir. Kata-katanya ini ditujukan kepada mereka yang menentang
filsafat dan mengingkarinya, karena dianggapnya sebagai ilmu-kafir dan
menyiapkan jalan kepada kekafiran.
Al-Kindi meninjau filsafat dari
dalam dan dari luar. Dengan tinjauan dari dalam, ia bermaksud mengikuti
pendapat filosof-filosof besar tentang arti kata-kata “filsafat”, dan
dalam risalahnya yang khusus mengenai definisi filsafat, ia menyebutkan
enam definisi yang kebanyakannya bercorak platonisme. Dengan tinjauan
dari luar, ia bermaksud memberikan sendiri definisi filsafat.[10]
Menurut
al-Kindi, filsafat ialah tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut
kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan,
(wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), ilmu tentang semua yang
berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang
merugikan. Jadi, tujuan seorang filosof bersifat teori, yaitu
mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran
tersebut dalam tindakan. Semakin dekat kepada kebenaran semakin dekat
pula kepada kesempurnaan. Pada akhir risalahnya ia menyifati Allah
dengan istilah “kebenaran” yang merupakan tujuan filsafat.
Dalam
keterangan al-Kindi tersebut, gagasan Al-Kindi mengenai filsafat
terdapat unsur-unsur pikiran dari Plato dan Aristoteles. Unsur
Aristoteles dari pembagian filsafat kepada teori dan amalan. Unsur Plato
ialah definisinya, serta lebih mengutamakan jalan keyakinan daripada
jalan dugaan. Al-Kindi dalam salah satu risalahnya dari aliran
Pythagoras menyatakan perlunya matematika untuk filsafat dan pembuatan
obat-obatan (aqaqir thibbiyah)[11]. Dengan demikian, maka al-Kindi
selain memperlihatkan corak Platonisme dan Pythagoras, juga ia merupakan
pengikut Aristoteles pertama di dunia Arab.
a. Filsafat Ketuhanan
Filsafat
Ketuhanan al-Kindi merupakan awal lahirnya perbincangan Ketuhanan,
namun penafsiran al-Kindi mengenai Tuhan sangat berbeda dengan pendapat
Aristoteles, Plato dan Plotinius. Filsafat Ketuhanan al-Kindi berasas
metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas teori fisika
belaka. Ini berarti, konsep Tuhan al-Kindi berdasarkan wahyu sedangan
pandangan Aristoteles yang anti-metafisik menelurkan sekularisme.[12]
Mengenai hakikat ke-Tuhanan ia mengatakan bahwa Tuhan adalah wujud yang
Esa, tidak ada sesuatu benda apapun yang menyerupai akan Tuhan, dan
Tuhan tidaklah melahirkan ataupun dilahirkan, akan tetapi Tuhan akan
selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Dalam al-Qur’an Surat al-Ikhlas
ayat 1 s/d 4 sebagai bukti keberadaan Tuhan.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
”Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Dalam
Islam Sang Khalik atau pencipta dan penguasa segalanya di buat sebuah
penamaan yakni ”Allah Swt” sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas
maka, itulah bukti yang paling kongkrit bahwa Allah swt itu ada dan
hidup kekal selamanya, bersifat qadim. sedangkan manusia adalah Hamba
Allah yang diberikan kehidupan hingga akhirnya mati. Bagaimana kita bisa
percaya akan adanya Allah Swt, maka dari itu sebagai manusia biasa
diberikan akal, hati dan nurani untuk dapat menyakini adanya Allah swt
melalui bukti-bukti kekuasaan Allah Swt.
Agar manusia khususnya umat
Islam tidak berselisih paham akan keberadaan Allah Swt, tentang
keberadaan alam, ataupun keberadaan manusia itu sendiri, maka sebagai
seorang filosof, al-Kindi membagi pengetahuan menjadi dua bagian, yakni:
pertama, pengetahuan Ilahi علم الهي (divine science). Pengetahun ini
diambil langsung dari yang tercantum dalam al-Qur-an yaitu pengetahuan
yang langsung diperoleh Nabi dari Tuhan. Sedangkan dasar dari
pengetahuan ini adalah keyakinan. Kedua, pengetahuan manusiawi علم
إنسانى (human science) atau falsafat. Dasarnya ialah pemikiran
(ratio-reason).[13]
Argumen-argumen yang dibawa Qur’an lebih
meyakinkan daripada argumen-argumen yang ditimbulkan falsafat. Tetapi
falsafat dan Qur’an tidak bertentangan dengan kebenaran yang di bawa
falsafat. Mempelajari filsafat dan berfalsafat tidak dilarang, karena
teologi adalah bahagian dari filsafat, dan umat Islam diwajibkan belajar
teologi. Memang kadang-kadang terdapat perlawanan dalam lahiriahnya
antara hasil-hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Pemecahan al-Kindi terhadap soal ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa
Arab bisa mempunyai arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan,
bukan arti yang sebenarnya), yang hanya bisa dinyatakan dengan jalan
takwil (penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang yang
ahli agama dan pemikiran.[14]
Teologi filsafat al-Kindī memiliki
dua aspek utama; pertama, membuktikan harus ada yang Satu yang Benar
(the true one), yang merupakan penyebab dari segala sesuatu dan
mendiskusikan kebenaran the True One ini.[15] Kebenaran yang
sesungguhnya hanya pada Allah Swt. Apa yang terlintas di akal hingga
terjadi dengan sendirinya di luar akal merupakan sebuah hikmah dalam
kehidupan yang mesti kita sadari bahwa terkadang suatu pelajaran sudah
kita anggap benar namun akhirnya menjadi sebaliknya. Akhirnya semua akan
kembali kepada al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan
manusia. Apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an semuanya mengandung hikmah
dan pelajaran bagi seorang insan yang mau berpikir.
Tuhan dalam
falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakekat dalam arti ’aniah atau mahiah.
Tidak ’aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada
dalam alam, bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari
materi dan bentuk, kemudian tuhan tidak mempunyai hakekat dalam bentuk
mahiah, karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya
satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Tuhan adalah tunggal,
selain dari Tuhan semuanya mempunyai arti banyak.
Agar dapat memahami
penafsiran al-Kindi tentang Tuhan, kita mesti merujuk pada kaum
Tradisionalis dan Mu’tazilah. Kaum tradisionalis (Ibn Hanbal adalah
salah seorang tokohnya) menafsirkan sifat-sifat Allah dengan nama-nama
Allah, mereka menerima makna harfiyah al-Qur’an tanpa memberikan
penafsiran lebih jauh. Menganggap Al-Qur’an adalah makhluk, sekedar
ucapan makhluk-Nya, yang kedudukannya tidak berbeda dengan makhluk
lainnya seperti manusia, binatang, gunung, batu.[16] Kaum Mu’tazilah
yang semasa dengan al-Kindi, secara akal menafsirkan sifat-sifat Allah
demi memantapkan sifat Maha Esa-Nya.
Walaupun al-Kindi sepaham
dengan Muktazilah dalam menafikan sifat dari Zat Allah. Akan tetapi,
ketika Muktazilah menyatakan bahwa Tuhan itu mengetahui dengan Ilmu-Nya
dan Ilmu-Nya adalah Zat-Nya (’Alim bi’ilm wa ’ilmuh zatuh) berkuasa
dengan kekuasaan-Nya dan kekuasaa-Nya adalah Zat-Nya (qadir bi qudratih
wa qudratuh zaituh) al-Kindi tidak sepaham dengan pandangan ini. Sesuai
dengan paham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta
dan bukan penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles.
b. Filsafat Alam
Mengenai
Alam, al-Kindi mengatakan bahwa alam ini asalnya tidak ada, kemudian
menjadi ada (mempunyai permulaan), karena diciptakan oleh Tuhan, yaitu
Allah dan karenanya pula, ia tidak dapat membenarkan qadimnya alam.[17].
Karena itu ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang
mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber
dari segala yang ada.Ia juga mengatakan bahwa benda-benda langit
mempunyai kehidupan serta mempunyai indera-indera yaitu indera
penglihatan dan pendengaran saja untuk dapat berpikir dan membedakan.
Oleh sebab itu, benda-benda langit adalah benda-benda yang hidup,
berpikir dan bisa membedakan. Al-Kindi mengatakan bahwa penciptaan
(ibda’, kejadian tiada sama-sekali) bagi benda adalah bergendengan
dengan geraknya.[18] Gerak itu ada, apabila ada benda. Kalau baru, maka
wujudnya dari tiada adalah kejadian, sedang kejadian merupakan salah
satu macam gerak.
Kesimpulan dari ungkapan al-Kindi atas ungkapannya
di atas adalah alam semesta ini pastilah terbatas. Karena terbatas, ia
tak kekal. oleh sebab itu ia menolak pandangan Aristoteles yang
mengatakan bahwa alam semesta tidak terbatas atau qadim. Mengenai
keteraturan alam dan peredaran alam ini sebagai bukti adanya Allah,
sedangkan alam adalah buatan Allah. Hanya Allah-lah yang kekal.
c. Filsafat Jiwa dan akal.
Mengenai
jiwa dan akal[19], al-Kindi juga membantah pendapat Aristoteles. Para
filosof muslim menamakan jiwa (al-nafs) seperti yang diistilahkan dalam
al-Qur’an yaitu, al-ruh. Kemudian kata ruh ini di indonesiakan menjadi
tiga bentuk, pertama, nafsu yaitu dorongan untuk melakukan perbuatan
yang diingini, jika keinginan ini berbentuk negatif maka nafsu ini
mendekati dengan hawa, jadi kalau digabungkan menjadi hawa nafsu
(keinginan yang jelek). Kedua, nafas yaitu suatu alat pencernaan udara
sebagai tanda kehidupan seseorang. Ketiga roh atau jiwa yaitu suatu zat
yang tidak bisa dirangkaikan bentuknya. Karena al-Qur’an telah
menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui akan hakikat roh,
roh adalah urusan Allah bukan urusan manusia. Allah menyatakan akan
hakikat roh sebagai berikut.[20]
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا
”Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit".
Sedangkan akal merupakan sebuah potensi berupa alat
untuk berpikir yang hanya dimiliki oleh manusia. Setiap manusia yang
terlahir ia akan membawa potensi masing-masing dari akal yang
dimilikinya, semakin banyak ia berpikir semakin banyak pula ia akan
mendapatkan pengetahuan, maka akan nampak sebuah perbedaan seorang yang
banyak berpikir dengan akalnya untu menemukan sebuah ide-ide baru dari
pada seorang yang hanya menerima hasil dari ide orang lain. Muncullah
sebuah perbedaan antara seorang yang berpengetahuan dengan yang tidak
berpengetahuan seperti dikatakan al-Qur’an pada Surat az-Zumar ayat 9:
أَمَّنْ
هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ
وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِين يَعْلَمُون
وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُون إِنَّمَا يَتَذَكَّر أُولُو الألْبَاب
(Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
Selanjutnya, Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang
mengatakan bahwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua
unsur, materi dan bentuk. Materi adalah badan dan bentuk adalah jiwa
manusia. Hubungan dengan badan sama dengan hubungan bentuk dengan
materi. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau
badan dan begitu pula sebaliknya materi atau badan tidak pula bisa
berwujud tanpa bentuk atau jiwa. Pendapat ini mengandung arti bahwa jiwa
adalah baharu karena jiwa adalah form bagi badan. Form tidak bisa
terwujud tanpa materi, keduanya membentuk satu kesatuan yang bersifat
esensial, dan kemusnahan badan membawa kemusnahan jiwa. Dalam hal ini
al-Kindi sependapat dengan Plato yang mengatakan bahwa kesatuan jiwa dan
badan adalah kesatuan Acciden, binasanya badan tidak membawa binasa
pada jiwa. Namun, ia tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa
jiwa berasal dari alam ide. Menurut Al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya,
antara lain jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah), jiwa memarah
(al-quwwah al-ghadhabiyyah) dan jiwa berakal (al-quwwah al-‘aqilah).[21]
Menurut
al-Kindi roh tidak tersusun (basiithah, simple, sederhana) tetapi
mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansinya (jawahara)
berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan
hubungan cahaya dengan matahari (pancaran sinar matahari). Keasliannya
dari Tuhan merupakan pembeda dari meteri dan syahwat, sampai dia kembali
ke sumber asalnya, yakni kepada cahanya Tuhan.[22] Hanya roh yang sudah
suci di dunia ini yang dapat pergi ke alam kebenaran itu. Roh yang
masih kotor dan belum bersih, pergi dahulu ke bulan. Setelah berhasil
membersihkan diri di sana, baru pindah ke Merkuri, dan demikianlah naik
setingkat demi setingkat hingga akhirnya, setelah benar-benar bersih,
sampai ke alam akal, dalam lingkungan cahaya Tuhan, menetap disana, dan
melihat Allah swt.
Mengenai akal, al-Kindi juga berbeda pendapat
dengan Aristoteles. Aristoteles membedakan akal menjadi dua macam, yaitu
akal mungkin dan akal agen. Akal mungkin menerima pikiran, sedangkan
akal agen menghasilkan objek-objek pemikiran. Akal agen ini dilukiskan
oleh Aristoteles sebagai tersendiri, tak bercampur, selalu aktual,
kekal, dan takkan rusak. Berbeda halnya dengan al-Kindi yang membagi
akal dalam empat macam; pertama: akal yang selalu bertindak, kedua: akal
yang secara potensial berada di dalam roh, ketiga: akal yang telah
berubah, di dalam roh, dari daya menjadi aktual, keempat; akal yang kita
sebut akal kedua. Yang dimaksudkan dengan akal ”kedua” yaitu tingkat
kedua aktualitas; antara yang hanya memiliki pengetahuan dan yang
mempraktekkannya.
Dinyatakan lagi oleh al-Kindi bahwa; akal yang
bersifat potensial tak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada
kekurangan yasng menggerakkannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi
al-Kindi ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud di luar roh
manusia, dan bermakna: akal yang selamanya dalam aktualitas (al’aqlu
ladzi bil fa’il abadan). Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas,
ialah yang membuat akal yang bersifat potensial dalam roh manusia
menjadi aktuil. Bagi al-Kindi manusia disebut menjadi ’akil (’akal) jika
ia telah mengetahui universal, yaitu jika ia telah memperoleh akal yang
di luar itu (idza uktisab hadzal ’aklul kharaji). Akal yang selalu
bertindak (akal pertama) bagi al-Kindi, mengandung arti banyak, karena
dia adalah universals (al-kuliyat mutakatsarah). Dalam limpahan dari
Yang Maha Satu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak
(awwalu muktatsar).
Jadi, Unsur-unsur filsafat pada pemikiran al-kindi ialah:
a) Aliran Pythagoras tentang matematika sebagai jalan kearah filsafat
b)
Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika
meskipun al-kindi tidak sepakat dengan Aristoeles tenang qadimnya alam.
c) Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan.
d) Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
e) Wahyu dan iman (ajaran –ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
f) Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Quran.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Kindi,
adalah seorang filosof yang berusaha mempertemukan agama dengan
filsafat. Ia berupaya membuktikan bahwa berfilsafat tidak dilarang.
Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles dan
memperlihatkan corak pitagorasme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi
tidak sependapat dengan para filosof Yunani mengenai hal-hal yang
dirasakakn bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya. Al-Kindi
adalah keturunan Arab asli yang silsilah nasabnya sampai kepada Ya’rub
bin Qahthan, yaitu nenek pertama suku Arabian Selatan. Al-Kindi, nama
lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin
Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi.
Berikut ini beberapa karya al-Kindi yang terkenal:
f. Kitab Al-Kindi ilaa Al-Mu`tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (buku ini membahas tentang kajian filsafat pertama)
g.
Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa
al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan
berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika)
h. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah (membahas berbagai rahasia spiritual dengan bahasa filosofis)
i. Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam (mengkaji tentang substansi-substansi tanpa badan)
j. Kitab fi Ibarah al-Jawami` al-Fikriyah (Menganalisa tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)
Filsafat
Ketuhanan al-Kindi berasas metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di
bangun di atas teori fisika belaka. Dari beberapa pemikiran filsafat
yang ditekuni, akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa filsafat
Ketuhananlah yang mendapat derajat atau kedudukan yang paling tinggi
dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang pembahasan mengenai Tuhan
adalah sebagai bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya.
Menurut
al-Kindi, alam semesta ini pastilah terbatas. Karena terbatas, ia tak
kekal. oleh sebab itu ia menolak pandangan Aristoteles yang mengatakan
bahwa alam semesta tidak terbatas atau qadim. Mengenai keteraturan alam
dan peredaran alam ini sebagai bukti adanya Allah, sedangkan alam adalah
buatan Allah. Hanya Allah-lah yang kekal.
Dalam jiwa al-Kindi
sependapat dengan Plato yang mengatakan bahwa kesatuan jiwa dan badan
adalah kesatuan Acciden, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa.
Namun, ia tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa
berasal dari alam ide. Mengenai akal, al-Kindi juga berbeda pendapat
dengan Aristoteles. Aristoteles membedakan akal menjadi dua macam, yaitu
akal mungkin dan akal agen. Akal mungkin menerima pikiran, sedangkan
akal agen menghasilkan objek-objek pemikiran.
B. Saran
Berdasarkan
uraian dan sedikit penjelasan diatas mengenai Al-Kindi, seorang filosof
yang terkenal karena pemikirannya. Sebagai manusia yang hidup dijaman
serba modern, kita tidak hanya menjadi sebuah air yang terus mengalir
kemanapun arus menuju. Namun kita perlu menjadi manusia yang walaupun
hidup dizaman modern tetapi tetap menengok sejarah kaum muslim dizaman
dulu yang akan kita jadikan contoh. Tidak harus sama, yang terpenting
adalah implementasinya dalam kehidupan. Berpegang pada syari’at yang
lurus, berkeimanan tinggi, dan berpengetahuan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Rosda Group, 1995.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
http://ippnuteni.blogspot.com/2012/05/filsafat-al-kindi-dan-pemikirannya.html [13 desember 2013]
Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Semarang: CV. Rosda, 1987.
Soyomukti, Nurani, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia, 2011.
Susanto, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Syafieh. (2013). Filsafat Al-kindi. http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html [13 desember 2013]
Tanjung, Ahman. (2013). Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya. http://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya/
Ulum, Anharul. Tokoh Filosof Islam. (2011). http://anharululum.
blogspot.com/2011/12/tokoh-filosof-islam.html. [10 desember 2013]
[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 73
[2] http://www.artikel.majlisasmanabawi.net/
[3] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 93.
[4] Ibid. hlm. 94.
[5] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995), Cet. VII, hlm. 68.
[6] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, … , hlm. 74.
[7] Ibid.
[8] “Siapa al-kindi?”, dalam http//:www.artikel.majlisasmanabawi.net
[9] Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 99.
[10] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, …, hlm. 74
[11] Ibid. hlm. 75.
[12] Kesimpulan “Filsafat al-Kindi dan Pemikirannya”, dalam http://ippnuteni.blogspot.com/2012/05.html
[13] Syafieh, dalam http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html#ixzz2nKJGkjuM
[14] Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Semarang:CV.Rosda, 1987), hlm. 104.
[15] Ibid.
[16] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (…), hlm. 84.
[17] Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (…), hlm. 104.
[18] Baca Ibid. hlm. 77.
[19] Syafieh, “Filsafat Al-kindi”, dalam http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html
[20] Q.S. Al-Isra’ 17 : 85
[21] “Filsafat al-Kindi dan Pemikirannya”, dalam http://ippnuteni.blogspot.com/2012/05.html
[22] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (…), hlm. 95.
[23] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, …, hlm. 74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar