Senin, 26 Mei 2014

Al-Kindi dan Pemikirannya

AL-KINDI DAN PEMIKIRANNYA
(TOKOH FILSAFAT ILMU MODERN)
Makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pembimbing      : ,,,,,
Disusun oleh :
Nama      : Ma’rifatun Nisa
NIM        : ,,,,,
Jur./Kelas          : ,,,,


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan syukur kehadirat Alloh SWT. karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini diawali usaha dan kerjakeras belajar filsafat. Semoga Alloh meridhoi dan memberkahi hasil belajar dan ilmu kami. Shalawat serta salam kami sampaikan kepada Reformator dunia yaitu baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman, kecintaannya kepada umat melebihi cintanya kepada dirinya sendiri.

Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik moral maupun spiritual. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1.      Bapak..... selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Ilmu yang saya hormati.
2.      Teman-teman kelas ... serta pihak-pihak lain yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik secara substansi maupun metodologinya, karena itu kritik dan saran yang membangun, sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Akhirnya kami berharap apa yang tertuang dalam makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.

       Yogyakarta, 10 Desember 2013

                       Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................      i
Kata Pengantar.............................................................................................      ii
Daftar Isi... ..................................................................................................      iii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................   
          I.I Latar Belakang..............................................................................   
I.II Rumusan Masalah........................................................................
I.III Tujuan.........................................................................................
I.IV Manfaat......................................................................................
BAB II Pembahasan....................................................................................
II.I......................................................................................................
II.II.....................................................................................................
II.III...................................................................................................
BAB III Penutup.........................................................................................
III.I Kesimpulan.................................................................................
III.II Saran.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

 BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang ada didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja yang notaben-nya non muslim, namun berfilsafat juga dapat dilakukan oleh kaum muslim yaitu filsafat Islam. Adanya filsafat islam, menunjukkan tokoh-tokoh islam yang berjuang dengan mengutarakan pemikiran-pemikiran hebatnya. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Al-Kindi, seorag filsosof muslim yang terkenal dan memiliki peran penting dalam perkembangan filsafat terutama filsafat ilmu modern.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Al-Kindi dan apa saja karya-karyanya?
2. Bagaimana pokok-pokok pemikiran filsafat al-Kindi?

C. Tujuan
1. Mengetahui siapakah al-Kindi dan apa saja karya-karyanya
2. Mengetahui bagaimana pokok-pokok pemikiran filsafat al-Kindi

D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu menjelaskan siapa al-Kindi dan apa saja karya-karyanya
2. Mahasiswa mampu menguraikan bagaimana pokok-pokok pemikiran filsafat al-Kindi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Kindi dan Karya-karyanya
         
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Tidak ada kepastian tentang tanggal kelahiran, kematian dan siapa-siapa saja ulama yang pernah menjadi guru Al-Kindi. Kecuali kepastian bahwa ia dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H atau 801 M dari pasangan keluarga kaya dan terhormat. Kakek buyutnya, al-Asy`as ibn Qais adalah salah seorang sahabat nabi yang gugur bersama Sa`ad ibn Abi Waqqas dalam perang jihad antara Kaum Muslimin dengan pasukan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya Ishaq ib al-Shabbah adalah seorang gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Harun al-Rasyid (786-809 M).
Ayahnya wafat ketika al-Kindi masih kanak-kanak, namun ia tetap mendapatkan kesempatan menuntut ilmu dengan baik di Bashroh yang pada saat itu merupakan tempat persemaian gerakan intelektual dan pusat ilmu pengetahuan yang besar. Sebuah kota yang menjanjikan harapan bagi para pencari ilmu. Ia lalu pergi ke Baghdad dan menyelesaikan pendidikannya disana, serta dapat bergaul dengan para pemikir Islam terkenal masa itu ( al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan Ahmad putra al-Mu’tasim ). Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab, dan  bermukim di daerah Yaman dan Hijaz yang merupakan cabang dari Bani Kahlan.
Al-Kindi adalah keturunan Arab asli yang silsilah nasabnya sampai kepada Ya’rub bin Qahthan, yaitu nenek pertama suku Arabian Selatan. Nenek-neneknya adalah raja didaerah Kindah dan sekitarnya (Arabia Selatan).[1]
Menurut Yakut al-Himawi, al-Kindi wafat setelah berusia 80 tahun atau lebih sedikit. Berdasarkan penelitian dari Mustahfa Abd al-Raziq (mantan rektor Al-Azhar) dalam bukunya: Failasuf Arab wa al-Muallim Tsani, al-Kindi wafat sekitar tahun 252 H/866 M. Sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry  Corbin dan Nellino. Diperkirakan Al-Kindi hidup semasa dengan pemerintahan Daulah Abbasiyah saat dipimpin oleh Al-Amin, 809-813 M; Al-Ma`mun, 813-833 M; Al-Mu`tashim, 833-842 M; Al-Watsiq, 842-847 M; dan Al-Mutawakkil, 847-861 M. Pada saat itu, Dinasti Abbasiyah sedang mengalami masa-masa kejayaan dan perkembangan dalam dunia intelektual khususnya faham mu`tazilah.[2]
Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof  terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab) atau “Filosof Arab”. Karena ia berkecimpung dalam lapangan filsafat, maka ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli hadits yaitu Abu Ja’far bin Muhammad al-Balakhy. [3]
Selain sebagai filsuf, al-Kindi juga dikenal sebagai penerjemah mahir. Menurut Ibn Juljul dalam bukunya Thabaqat al-Thibba (golongan dokter), menyebutkan bahwa dalam Islam ada 5 orang penerjemah mahir dan salah satunya adalah al-Kindi. 4 orang lainnya yaitu: Hunain ibn Ishaq, Ya`qub ibn Ishaq, Tasbit ibn Qurrah, dan Umar ibn Farkhan al-Thabari. Bermacam-macam ilmu telah dikajinya, terutama filsafat. Al-kindi mengalami kemajuan pikiran islam dan penerjemahan buku-buku asing kedalam bahasa Arab.
Sehubungan dengan bidang penerjemahan, pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma`mun, Al-Kindi dikenal sangat berjasa dalam gerakan penerjemahan dan menjadi seorang pelopor yg memperkenalkan tulisan-tulisan Yunani, Suriah, dan India kepada dunia Islam melalui lembaga Bait al-Hikmah. Di lembaga ini pula, al-Kindi pernah menjadi dosen pengajar atas undangan Khalifah Al-Ma`mun sekaligus mengasuh Ahmad, putera Khalifah Al-Mu`tashim.
Jumlah karangannya yang sebenarnya sukar ditentukan, karena dua sebab. Pertama, penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya tersebut. Kedua, karangan-karangannya yang sampai kepada kita ada yang memuat karangan-karangannya yang lain. Karangan al-Kindi menempati daftar yang paling panjang dalam karangan orang Arab, bahkan diluar bangsa Arab sekalipun.[4] Ibn an-Nadim dan al-Qafthi menyebut 241 risalah (karangan pendek), dan Sha’id al-Andalusi menyebutnya 50 buah, sedang sebagian dari karangan-karangan tersebut telah hilang musnah. Ada pula yang mengatakan karya bukunya ada 238 dan ada juga yang menyebutnya tidak kurang dari 270 buah yang membahas berbagai bidang keilmuan dan persoalan umat.
Karangan-karangannya yang terkenal diketemukan oleh seorang ahli ketimuran Jerman, yaitu Hillmuth Ritter, diperpustakaan Aya Sofia, Istanbul, dan terdiri dari 29 risalah al-Kindi dalam tulisan tangan.[5] Risalah-risalah ini membicarakan soal-soal alam dan filsafat, antara lain keesaan Tuhan, akal, jiwa, filsafat pertama.[6] (corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahui karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang). Risalah-risalah tersebut telah diterbitkan di Mesir oleh M. Abdul-Hadi Aburaidah.
Berikut ini beberapa karya al-Kindi yang terkenal:
a.       Kitab Al-Kindi ilaa Al-Mu`tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (buku ini membahas tentang kajian filsafat pertama)
b.      Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika)
c.       Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah (membahas berbagai rahasia spiritual dengan bahasa filosofis)
d.      Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam (mengkaji tentang substansi-substansi tanpa badan)
e.       Kitab fi Ibarah al-Jawami` al-Fikriyah (Menganalisa tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)[7]
Sumber lain menyebutkan karya-karya al-Kindi adalah sebagai berikut:
1. Bidang Astronomi
a)      Risalah fi Masa’il Su’ila anha min Ahwal al-Kawatib, jawaban dari pertanyaan tentang planet.
b)      Risalah fi Jawab Masa’il Thabi’iyah fi Kayfiyyat Nujumiah, pemecahan soal-soal fisis tentang sifat-sifat perbintangan.
c)      Risalah fi anna Ru’yat al-Hilal la Tudhbathu bi al-Haqiqoh wa innama al-Qowl fiha bi at-Taqrib, bahwa pengamatan astronomi bulan baru tidak dapat ditentukan dengan ketetapan mutlak.
d)     Risalah fi Mathrah asy-Syu’a, tentang projeksi sinar.
e)      Risalah fi Fashlayn, tentang dua musim (musim panas dan musim dingin).
f)       Risalah fi Idhah ‘illat Ruju’ al-Kawakib, tentang penjelasan sebab gerak kebelakang planet-planet.
g)      Fi asy-Syu’at, tentang sinar (bintang).
2. Meteorologi
a)      Risalah fi ‘illat Kawnu adh-Dhabasb, tentang sebab asal mula kabut.
b)      Risalah fi Atshar alladzi Yazhharu fi al-laww wa Yusamma Kawkaban, tentang tanda yang tampak di langit dan disebut sebuah planet.
c)      Risalah fi ‘illat Ikhtilaf Anwa’us Sanah, tentang sebab perbedaan dalam tahun-tahun.
d)     Risalah fi al-Bard al-Musamma “Bard al-Ajuz”, tentang dingin.
3. Ramalan
a)      Risalah fi Taqdimat al-Khabar, tentang prediksi.
b)      Risalah fi Taqdimat al-Ma’rifah fi al-Ahdats, tentang ramalan dengan mengamati gejala meteorologi.
4. Besaran (Magnitude)
a)      Risalah Ah’ad Masafat al-Aqalim, tentang besarnya jarak antara tujuh iklim.
b)      Risalah fi Istikhraj Bu’da Markaz al-Qamar min al-Ardh, tentang perhitungan jarak antara pusat perhitungan bulan dari bumi.
5. Ilmu Pengobatan
a)      Risalah fi ‘illat Naftcad-Damm, tentang hemoptesis (batuk darah dari saluran pernapasan).
b)      Risalah fi Adhat al-Kalb al-Kalib, tentang rabies.
6. Geometri
a)      Risalah fi Amal Syakl al-Mutawassithayn, tentang konstruksi bentuk garis-garis tengah.
b)      Risalah Ishlah Kitab Uqlidis, tentang perbaikan buku Euclides.
7. Ilmu Hitung
a)      Risalah fi al-Kammiyat al-Mudhafah, tentang jumlah relatif.
b)      Risalah fi at-Tajhid min Jihat al-‘Adad, tentang keesaan dari segi angka-angka.

8. Logika
a)      Risalatuhu fi Madhkal al-Manmtiq bi Istifa al-Qawl fihi, sebuah pengantar lengkap tentang logika.
b)      Ikhtisar Kitab Isaghuji li Farfuris, sebuah ikhtisar Eisagoge Porphyry.[8]

B. Pokok-pokok Pemikiran Al-Kindi
Menurut Al-Kindi, kegiatan manusia yang bertingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala ada sejauh mungkin bagi manusia. Bagi filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.[9] Dalam risalahnya, yang ditunjukkan kepada Al-Mu’tasim ia menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir. Kata-katanya ini ditujukan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya, karena dianggapnya sebagai ilmu-kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.
Al-Kindi meninjau filsafat dari dalam dan dari luar. Dengan tinjauan dari dalam, ia bermaksud mengikuti pendapat filosof-filosof besar tentang arti kata-kata “filsafat”, dan dalam risalahnya yang khusus mengenai definisi filsafat, ia menyebutkan enam definisi yang kebanyakannya bercorak platonisme. Dengan tinjauan dari luar, ia bermaksud memberikan sendiri definisi filsafat.[10]
Menurut al-Kindi, filsafat ialah tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, (wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadhilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi, tujuan seorang filosof bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat kepada kebenaran semakin dekat pula kepada kesempurnaan. Pada akhir risalahnya ia menyifati Allah dengan istilah “kebenaran” yang merupakan tujuan filsafat.
Dalam keterangan al-Kindi tersebut, gagasan Al-Kindi mengenai filsafat terdapat unsur-unsur pikiran dari Plato dan Aristoteles. Unsur Aristoteles dari pembagian filsafat kepada teori dan amalan. Unsur Plato ialah definisinya, serta lebih mengutamakan jalan keyakinan daripada jalan dugaan. Al-Kindi dalam salah satu risalahnya dari aliran Pythagoras menyatakan perlunya matematika untuk filsafat dan pembuatan obat-obatan (aqaqir thibbiyah)[11]. Dengan demikian, maka al-Kindi selain memperlihatkan corak Platonisme dan Pythagoras, juga ia merupakan pengikut Aristoteles pertama di dunia Arab.
a.       Filsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan al-Kindi merupakan awal lahirnya perbincangan Ketuhanan, namun penafsiran al-Kindi mengenai Tuhan sangat berbeda dengan pendapat Aristoteles, Plato dan Plotinius. Filsafat Ketuhanan al-Kindi berasas metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas teori fisika belaka. Ini berarti, konsep Tuhan al-Kindi berdasarkan wahyu sedangan pandangan Aristoteles yang anti-metafisik menelurkan sekularisme.[12] Mengenai hakikat ke-Tuhanan ia mengatakan bahwa Tuhan adalah wujud yang Esa, tidak ada sesuatu benda apapun yang menyerupai akan Tuhan, dan Tuhan tidaklah melahirkan ataupun dilahirkan, akan tetapi Tuhan akan selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Dalam al-Qur’an Surat al-Ikhlas ayat 1 s/d 4 sebagai bukti keberadaan Tuhan.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
”Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
Dalam Islam Sang Khalik atau pencipta dan penguasa segalanya di buat sebuah penamaan yakni ”Allah Swt” sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas maka, itulah bukti yang paling kongkrit bahwa Allah swt itu ada dan hidup kekal selamanya, bersifat qadim. sedangkan manusia adalah Hamba Allah yang diberikan kehidupan hingga akhirnya mati. Bagaimana kita bisa percaya akan adanya Allah Swt, maka dari itu sebagai manusia biasa diberikan akal, hati dan nurani untuk dapat menyakini adanya Allah swt melalui bukti-bukti kekuasaan Allah Swt.
Agar manusia khususnya umat Islam tidak berselisih paham akan keberadaan Allah Swt, tentang keberadaan alam, ataupun keberadaan manusia itu sendiri, maka sebagai seorang filosof, al-Kindi membagi pengetahuan menjadi dua bagian, yakni: pertama, pengetahuan Ilahi علم الهي (divine science). Pengetahun ini diambil langsung dari yang tercantum dalam al-Qur-an yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh Nabi dari Tuhan. Sedangkan dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan. Kedua, pengetahuan manusiawi علم إنسانى (human science) atau falsafat. Dasarnya ialah pemikiran (ratio-reason).[13]
Argumen-argumen yang dibawa Qur’an lebih meyakinkan daripada argumen-argumen yang ditimbulkan falsafat. Tetapi falsafat dan Qur’an tidak bertentangan dengan kebenaran yang di bawa falsafat. Mempelajari filsafat dan berfalsafat tidak dilarang, karena teologi adalah bahagian dari filsafat, dan umat Islam diwajibkan belajar teologi. Memang kadang-kadang terdapat perlawanan dalam lahiriahnya antara hasil-hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Pemecahan al-Kindi terhadap soal ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti yang sebenarnya), yang hanya bisa dinyatakan dengan jalan takwil (penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli agama dan pemikiran.[14]
 Teologi filsafat al-Kindī memiliki dua aspek utama; pertama, membuktikan harus ada yang Satu yang Benar (the true one), yang merupakan penyebab dari segala sesuatu dan mendiskusikan kebenaran the True One ini.[15] Kebenaran yang sesungguhnya hanya pada Allah Swt. Apa yang terlintas di akal hingga terjadi dengan sendirinya di luar akal merupakan sebuah hikmah dalam kehidupan yang mesti kita sadari bahwa terkadang suatu pelajaran sudah kita anggap benar namun akhirnya menjadi sebaliknya. Akhirnya semua akan kembali kepada al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia. Apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an semuanya mengandung hikmah dan pelajaran bagi seorang insan yang mau berpikir.
Tuhan dalam falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakekat dalam arti ’aniah atau mahiah. Tidak ’aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk, kemudian tuhan tidak mempunyai hakekat dalam bentuk mahiah, karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Tuhan adalah tunggal, selain dari Tuhan semuanya mempunyai arti banyak.
Agar dapat memahami penafsiran al-Kindi tentang Tuhan, kita mesti merujuk pada kaum Tradisionalis dan Mu’tazilah. Kaum tradisionalis (Ibn Hanbal adalah salah seorang tokohnya) menafsirkan sifat-sifat Allah dengan nama-nama Allah, mereka menerima makna harfiyah al-Qur’an tanpa memberikan penafsiran lebih jauh. Menganggap Al-Qur’an adalah makhluk, sekedar ucapan makhluk-Nya, yang kedudukannya tidak berbeda dengan makhluk lainnya seperti manusia, binatang, gunung, batu.[16] Kaum Mu’tazilah yang semasa dengan al-Kindi, secara akal menafsirkan sifat-sifat Allah demi memantapkan sifat Maha Esa-Nya.
Walaupun al-Kindi sepaham dengan Muktazilah dalam menafikan sifat dari Zat Allah. Akan tetapi, ketika Muktazilah menyatakan bahwa Tuhan itu mengetahui dengan Ilmu-Nya dan Ilmu-Nya adalah Zat-Nya (’Alim bi’ilm wa ’ilmuh zatuh) berkuasa dengan kekuasaan-Nya dan kekuasaa-Nya adalah Zat-Nya (qadir bi qudratih wa qudratuh zaituh) al-Kindi tidak sepaham dengan pandangan ini. Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles.
b.      Filsafat Alam
Mengenai Alam, al-Kindi mengatakan bahwa alam ini asalnya tidak ada, kemudian menjadi ada (mempunyai permulaan), karena diciptakan oleh Tuhan, yaitu Allah dan karenanya pula, ia tidak dapat membenarkan qadimnya alam.[17]. Karena itu ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada.Ia juga mengatakan bahwa benda-benda langit mempunyai kehidupan serta mempunyai indera-indera yaitu indera penglihatan dan pendengaran saja untuk dapat berpikir dan membedakan. Oleh sebab itu, benda-benda langit adalah benda-benda yang hidup, berpikir dan bisa membedakan. Al-Kindi mengatakan bahwa penciptaan (ibda’, kejadian tiada sama-sekali) bagi benda adalah bergendengan dengan geraknya.[18] Gerak itu ada, apabila ada benda. Kalau baru, maka wujudnya dari tiada adalah kejadian, sedang kejadian merupakan salah satu macam gerak.
Kesimpulan dari ungkapan al-Kindi atas ungkapannya di atas adalah alam semesta ini pastilah terbatas. Karena terbatas, ia tak kekal. oleh sebab itu ia menolak pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta tidak terbatas atau qadim. Mengenai keteraturan alam dan peredaran alam ini sebagai bukti adanya Allah, sedangkan alam adalah buatan Allah. Hanya Allah-lah yang kekal.
c.       Filsafat Jiwa dan akal.
Mengenai jiwa dan akal[19], al-Kindi juga membantah pendapat Aristoteles. Para filosof muslim menamakan jiwa (al-nafs) seperti yang diistilahkan dalam al-Qur’an yaitu, al-ruh. Kemudian kata ruh ini di indonesiakan menjadi tiga bentuk, pertama, nafsu yaitu dorongan untuk melakukan perbuatan yang diingini, jika keinginan ini berbentuk negatif maka nafsu ini mendekati dengan hawa, jadi kalau digabungkan menjadi hawa nafsu (keinginan yang jelek). Kedua, nafas yaitu suatu alat pencernaan udara sebagai tanda kehidupan seseorang. Ketiga roh atau jiwa yaitu suatu zat yang tidak bisa dirangkaikan bentuknya. Karena al-Qur’an telah menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui akan hakikat roh, roh adalah urusan Allah bukan urusan manusia. Allah menyatakan akan hakikat roh sebagai berikut.[20]

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا

”Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Sedangkan akal merupakan sebuah potensi berupa alat untuk berpikir yang hanya dimiliki oleh manusia. Setiap manusia yang terlahir ia akan membawa potensi masing-masing dari akal yang dimilikinya, semakin banyak ia berpikir semakin banyak pula ia akan mendapatkan pengetahuan, maka akan nampak sebuah perbedaan seorang yang banyak berpikir dengan akalnya untu menemukan sebuah ide-ide baru dari pada seorang yang hanya menerima hasil dari ide orang lain. Muncullah sebuah perbedaan antara seorang yang berpengetahuan dengan yang tidak berpengetahuan seperti dikatakan al-Qur’an pada Surat az-Zumar ayat 9:

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِين يَعْلَمُون وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُون إِنَّمَا يَتَذَكَّر أُولُو الألْبَاب

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Selanjutnya, Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi dan bentuk. Materi adalah badan dan bentuk adalah jiwa manusia. Hubungan dengan badan sama dengan hubungan bentuk dengan materi. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa materi atau badan dan begitu pula sebaliknya materi atau badan tidak pula bisa berwujud tanpa bentuk atau jiwa. Pendapat ini mengandung arti bahwa jiwa adalah baharu karena jiwa adalah form bagi badan. Form tidak bisa terwujud tanpa materi, keduanya membentuk satu kesatuan yang bersifat esensial, dan kemusnahan badan membawa kemusnahan jiwa. Dalam hal ini al-Kindi sependapat dengan Plato yang mengatakan bahwa kesatuan jiwa dan badan adalah kesatuan Acciden, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa. Namun, ia tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide. Menurut Al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya, antara lain jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah), jiwa memarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah) dan jiwa berakal (al-quwwah al-‘aqilah).[21]
Menurut al-Kindi roh tidak tersusun (basiithah, simple, sederhana) tetapi mempunyai  arti penting, sempurna dan mulia. Substansinya (jawahara) berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari (pancaran sinar matahari). Keasliannya dari Tuhan merupakan pembeda dari meteri dan syahwat, sampai dia kembali ke sumber asalnya, yakni kepada cahanya Tuhan.[22] Hanya roh yang sudah suci di dunia ini yang dapat pergi ke alam kebenaran itu. Roh yang masih kotor dan belum bersih, pergi dahulu ke bulan. Setelah berhasil membersihkan diri di sana, baru pindah ke Merkuri, dan demikianlah naik setingkat demi setingkat hingga akhirnya, setelah benar-benar bersih, sampai ke alam akal, dalam lingkungan cahaya Tuhan, menetap disana, dan melihat Allah swt.
Mengenai akal, al-Kindi juga berbeda pendapat dengan Aristoteles. Aristoteles membedakan akal menjadi dua macam, yaitu akal mungkin dan akal agen. Akal mungkin menerima pikiran, sedangkan akal agen menghasilkan objek-objek pemikiran. Akal agen ini dilukiskan oleh Aristoteles sebagai tersendiri, tak bercampur, selalu aktual, kekal, dan takkan rusak. Berbeda halnya dengan al-Kindi yang membagi akal dalam empat macam; pertama: akal yang selalu bertindak, kedua: akal yang secara potensial berada di dalam roh, ketiga: akal yang telah berubah, di dalam roh, dari daya menjadi aktual, keempat; akal yang kita sebut akal kedua. Yang dimaksudkan dengan akal ”kedua” yaitu tingkat kedua aktualitas; antara yang hanya memiliki pengetahuan dan yang mempraktekkannya.
Dinyatakan lagi oleh al-Kindi bahwa; akal yang bersifat potensial tak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekurangan yasng menggerakkannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bermakna: akal yang selamanya dalam aktualitas (al’aqlu ladzi bil fa’il abadan). Akal ini, karena selamanya dalam aktualitas, ialah yang membuat akal yang bersifat potensial dalam roh manusia menjadi aktuil. Bagi al-Kindi manusia disebut menjadi ’akil (’akal) jika ia telah mengetahui universal, yaitu jika ia telah memperoleh akal yang di luar itu (idza uktisab hadzal ’aklul kharaji). Akal yang selalu bertindak (akal pertama) bagi al-Kindi, mengandung arti banyak, karena dia adalah universals (al-kuliyat mutakatsarah). Dalam limpahan dari Yang Maha Satu, akal inilah yang pertama-tama merupakan yang banyak (awwalu muktatsar).

Jadi, Unsur-unsur filsafat pada pemikiran al-kindi ialah:
a)      Aliran Pythagoras tentang matematika sebagai jalan kearah filsafat
b)      Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika meskipun al-kindi tidak sepakat dengan Aristoeles tenang qadimnya alam.
c)      Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan.
d)     Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
e)      Wahyu dan iman (ajaran –ajaran agama) dalam soal-soal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
f)       Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Quran.[23]













BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Al-Kindi, adalah seorang  filosof yang berusaha mempertemukan agama dengan filsafat. Ia berupaya membuktikan bahwa berfilsafat tidak dilarang. Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles dan memperlihatkan corak pitagorasme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani mengenai hal-hal yang dirasakakn bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya. Al-Kindi adalah keturunan Arab asli yang silsilah nasabnya sampai kepada Ya’rub bin Qahthan, yaitu nenek pertama suku Arabian Selatan. Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi.
Berikut ini beberapa karya al-Kindi yang terkenal:
f.       Kitab Al-Kindi ilaa Al-Mu`tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (buku ini membahas tentang kajian filsafat pertama)
g.      Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi`iyyah (membahas kajian filsafat dan berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika)
h.      Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah (membahas berbagai rahasia spiritual dengan bahasa filosofis)
i.        Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam (mengkaji tentang substansi-substansi tanpa badan)
j.        Kitab fi Ibarah al-Jawami` al-Fikriyah (Menganalisa tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif)
Filsafat Ketuhanan al-Kindi berasas metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas teori fisika belaka. Dari beberapa pemikiran filsafat yang ditekuni, akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa filsafat Ketuhananlah yang mendapat derajat atau kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang pembahasan mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya.
Menurut al-Kindi, alam semesta ini pastilah terbatas. Karena terbatas, ia tak kekal. oleh sebab itu ia menolak pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta tidak terbatas atau qadim. Mengenai keteraturan alam dan peredaran alam ini sebagai bukti adanya Allah, sedangkan alam adalah buatan Allah. Hanya Allah-lah yang kekal.
Dalam jiwa al-Kindi sependapat dengan Plato yang mengatakan bahwa kesatuan jiwa dan badan adalah kesatuan Acciden, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa. Namun, ia tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam ide. Mengenai akal, al-Kindi juga berbeda pendapat dengan Aristoteles. Aristoteles membedakan akal menjadi dua macam, yaitu akal mungkin dan akal agen. Akal mungkin menerima pikiran, sedangkan akal agen menghasilkan objek-objek pemikiran.

B.     Saran
Berdasarkan uraian dan sedikit penjelasan diatas mengenai Al-Kindi, seorang filosof yang terkenal karena pemikirannya. Sebagai manusia yang hidup dijaman serba modern, kita tidak hanya menjadi sebuah air yang terus mengalir kemanapun arus menuju. Namun kita perlu menjadi manusia yang walaupun hidup dizaman modern tetapi tetap menengok sejarah kaum muslim dizaman dulu yang akan kita jadikan contoh. Tidak harus sama, yang terpenting adalah implementasinya dalam kehidupan. Berpegang pada syari’at yang lurus, berkeimanan tinggi, dan berpengetahuan yang luas.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Rosda Group, 1995.
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
http://ippnuteni.blogspot.com/2012/05/filsafat-al-kindi-dan-pemikirannya.html [13 desember 2013]
Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Semarang: CV. Rosda, 1987.
Soyomukti, Nurani, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Ar-Ruzzmedia, 2011.
Susanto, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Syafieh. (2013). Filsafat Al-kindi. http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html [13 desember 2013]
Tanjung, Ahman. (2013). Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya. http://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya/
Ulum, Anharul. Tokoh Filosof Islam. (2011). http://anharululum.
blogspot.com/2011/12/tokoh-filosof-islam.html. [10 desember 2013]






[1] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), hlm. 73
[2] http://www.artikel.majlisasmanabawi.net/
[3] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 93.
[4] Ibid. hlm. 94.
[5] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995), Cet. VII, hlm. 68.
[6] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, … , hlm. 74.
[7] Ibid.
[8] “Siapa al-kindi?”, dalam http//:www.artikel.majlisasmanabawi.net
[9] Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 99.
[10] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, …, hlm. 74
[11] Ibid. hlm. 75.
[12] Kesimpulan “Filsafat al-Kindi dan Pemikirannya”, dalam http://ippnuteni.blogspot.com/2012/05.html
[13] Syafieh, dalam http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html#ixzz2nKJGkjuM
[14] Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Semarang:CV.Rosda, 1987), hlm. 104.
[15] Ibid.
[16] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (…), hlm. 84.
[17] Poerwantana, dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (…), hlm. 104.
[18] Baca Ibid. hlm. 77.
[19] Syafieh, “Filsafat Al-kindi”, dalam http://syafieh.blogspot.com/2013/03/filsafat-al-kindi.html
[20] Q.S. Al-Isra’ 17 : 85
[21] “Filsafat al-Kindi dan Pemikirannya”, dalam http://ippnuteni.blogspot.com/2012/05.html
[22] Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (…), hlm. 95.
[23] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, …, hlm. 74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar