Jumat, 27 Maret 2015

Dea masih terus menangis dikamarnya ketika semua anak-anak penghuni kos nya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ceritanya, beberapa hari yang lalu, dia pergi menemani mbak Leti teman sekamarnya, untuk membayar listrik bulanan ke koperasi kampus mereka. Dea yang saat itu shaum, mendengar adzan maghrib telah berkumandang.

“alhamdulillah... dea buka puasa disini dulu ya mbak...” kata dea sumringah.
“iya, mbak tunggu ko” jawab mbak Laeti.
Setelah buka puasa dengan hanya meminum juz yang dia beli, mereka melanjutkan perjalanan pulang ke kos.
Disebuah tikungan, ada seorang kakek renta berjualan gedek dengan mendorong sepedanya. Dea teringat, bahwa kakek inilah yang sering berteduh ataupun beristirahat disamping kampusnya. Dea merasa trenyuh melihat kakek renta tersebut. Dari dulu dirinya ingin sekali menemui kakek tersebut, menanyakan alamatnya, dan menjadi cucu angkatnya. Namun kesempatan dirasa belum berpihak padanya.
Dan sekarang, kakek yan dicarinya, dinantinya, orang yang selama hampir satu setengah tahun ditunggunya dengan niatan ingin membantu, kini ada dihadapannya. Tapi sayangya, kesempatan mungkin kembali terlewat. Dea tidak enak hati jika harus meminta mbak Leti untuk menghentikan motornya. Jadi Dea hanya bisa menyesal dan merenung dalam hatinya.
Namun tiba-tiba, mbak Leti menghentikan motornya dengan terburu-buru berkata pada Dea, “sebentar ya De, tunggu.” Mbak Leti berlari.
“ada apa ini? Kenapa mbak Leti nampak mengejar kakek itu?” gumam Dea, dan tebakannya benar. mbak Leti memberikan beberapa receh uang untuk si kakek. Ingin sekali dea menyusul mba Leti dan menemui kakek renta itu, tapi apa daya.. dea membawa banyak sekali barang-barang. Kunci motor pun masih menempel. Dia berpikir tak mungkin ditinggal begitu saja. Dea bingung....
“DEG.! Astaghfirullohal ‘adzim.. “
kejadian ini sungguh menyayat hati Dea. hancur rasanya berkeping-keping. Orang yang selama ini dia nanti dengan tulus niat ingin menolong, ternyata didahului mbak Leti!. Dea menangis dalam hatinya, berkata:
ya Alloh, orang yang selama ini aku tunggu, ingin sekali membantunya, dan setelah bertemu, kenapa malah aku biarkan dia diambil mbak Lita? Kenapa aku tidak menyusul mbak Leti tadi? Betapa rendahnya aku dihadapanMU sekarang ya Rabb...
Diam-diam, setelah mbak Leti kembali dan menlanjutkan pulang ke kos, dea menitikkan air mata menyesali perbuatannya.
Dia berpikir betapa pentingnya mengaktualisasikan harapan dan keinginan dengan segera. Dia tidak ingin kejadian ini terulang padanya. “Cukup sekali ini saja,”
Meski sebenarnya dia sakit hati tiap kali melihat mbak Leti, dia pura-pura bersikap biasa. Bukan karena mbak Leti yang salah, tapi karena setiap Dea melihat mbak Leti, dia teringat kesalahannya itu sehingga dia ingin sekali menangis.
Ya, tepat sesampainya di kos, dea menangis... benar-benar dia merasa menjadi hamba Allah yang sangat rendah dan merugi dunia-akhirat sampai-sampai dia malu saat akan mengerjakan sholat maghrib. Tapi dia sadar, jika dia meninggalkan sholat maghrib, justru Allah akan semakin membencinya.
Allah, dea malu bertemu Engkau dengan kondisi seperti ini. Dea malu denganMU karena betapa sangat rendahya hamba dihadapanMU...” gumam Dea sambil menangis sesaat sebelum sholat maghrib dikamarnya.
Usai sholat maghrib, Dea menangis sejadi-jadinya pada Allah yang Maha Kuasa. Dia menyesali perbuatannya dan tindakannya sore itu. Dea meminta agar Allah membukakan pintu maaf dan tidak hentinya mengalirkan rahmat dan hidayah kepadanya.

semoga Engkau memberi maghfirahmu kepada hamba Ya Allah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar